Senin, 02 Februari 2009

Pak Benny dan Seni Berpolitik

Pak Benny dan Seni Berpolitik


Selama berpuluh-puluh tahun, kehidupan politik merupakan sesuatu yang susah diakses bagi seluruh rakyat, dan tentu saja rakyat miskin. Jika pada masa orde baru hambatan berpolitik datang dari struktur politik yang otoritarian, maka pada masa reformasi ini hambatannya berasal dari kerangka politik yang market oriented. Karena itu pula, maka selama puluhan tahun rakyat miskin ditaruh di luar kekuasaan, bahkan dikucilkan dari arena politik.

Sudah lama kalangan progressif dari buruh, petani, miskin kota, dan sektor feminis tidak terdengar dalam kancah politik nasional. Tetapi kali ini, menjelang pemilu 2009, sejumlah aktifis progressif dari mahasiswa, buruh, tani, dan miskin kota akan ambil bagian dalam ajang demokrasi borjuis ini. Salah satu dari mereka adalah Benediktus Adu, seorang aktifis miskin kota yang menjadi kandidat DPD mewakili daerah pemilihan Jakarta. Pak Benny (sapaan akrabnya) hanya bermodalkan semangat, militansi, serta komitmen berjuang bersama rakyat miskin, berhadapan dengan kandidat-kandidat lain yang jelas-jelas punya dukungan dana, logistik, dan posisi jabatan yang strategis.


Pak Benny dan Perjuangan Politik

Pada tahun 1998, sebuah perlawanan mahasiswa dan rakyat di perkotaan berhasil melahirkan reformasi. Pada saat itu, sebuah rejim politik totaliter berhasil dirobohkan. Meskipun dilakukan dengan berdarah-darah oleh aktifis mahasiswa, tetapi proses politik ini justru dinikmati dan dimanfaatkan oleh beberapa lapisan elit dan juga beberapa spektrum politik. Berkuasanya elit baru ini tidak merubah kerangka politik, justru sebaliknya, mereka membalikkan tujuan reformasi dengan merangkul neoliberal.

Sejak neoliberal begitu massif dipraktekkan, miskin kota (urban poor) merupakan salah satu sektor sosial yang paling menderita, selain pekerja dan petani. setelah paket privatisasi dan liberalisasi yang menyingkirkan begitu banyak pekerja dari lapangan pekerjaannya, sektor miskin kota juga berhadapan dengan pencabutan subsidi sosial, penggusuran paksa, dan berbagai bentuk kekerasan ekonomi lainnya.

Meningkatnya serangan neoliberal terhadap rakyat miskin, khususnya di perkotaan, telah melahirkan berbagai komite-komite perlawanan dan serikat-serikat bagi rakyat miskin. Pak benny adalah salah seorang yang terlahir dari eskalasi perlawanan rakyat miskin ini. Tepatnya pada saat pemerintahan SBY menaikkan harga BBM, kemudian karena muncul perlawanan kuat, maka SBY menyodorkan Bantuan Sosial berupa BLT, Raskin, dan sebagainya. Ia pada awalnya bergabung karena tuntutan ekonomis, tetapi pada akhirnya pak Benny semakin akrab dengan aktifis mengorganisir setelah menjadi pengurus. Ia makin sering mengikuti diskusi, kursus politik, dan pendidikan-pendidikan politik. Dari pemahaman teoritik dan pengalaman langsung di lapangan, menyebabkan pak benny semakin sadar bahwa factor kemiskinan disebabkan oleh sebuah system yang disebut kapitalisme.

Akhirnya, pak Benny bukan saja mengikuti aksi-aksi miskin kota, ia pun mulai terlibat dalam perlawanan rakyat yang lain, seperti perlawanan buruh, mahasiswa, dan petani. kesadaran politiknya kian ter-asah, hingga akhirnya ia menjadi salah seorang pengurus partai politik progressif, yaitu Papernas. Lewat partainya, pak Benny aktif mengorganisir rakyat miskin untuk aktif berpolitik. Baginya, seperti yang disampaikan kepada tempo hari; “berpolitik adalah harga mati bagi rakyat miskin, tanpa perjuangan politik mustahil ada perbaikan bagi nasib rakyat miskin”.

Masuk dalam kontestasi Politik Borjuis

Pada suatu pagi, takkala harus mempersiapkan diri ke kantor KPU, pak Benny kelimpungan mencari-cari celana kain warna hitam yang pas buat dirinya, karena ada hukum tidak tertulis yang menyatakan “memasuki kantor borjuis harus menggunakan pakaian rapi dan formal”. Karena tak ada celana pas, maka celana kawannya yang berukuran besar pun dipermak sesuai ukurannya. Namun malang bagi pak Benny, ketika celana itu dicoba tiba-tiba robek. Tapi itu tidak memupuskan harapannya, ia tetap melaju ke kantor KPU.

Tidak seperti caleg DPD pada umumnya, pak Benny masuk kedalam arena politik karena memang niat tulus hendak memperjuangkan kaumnya; rakyat miskin. Tak heran, jika pendukung utama di belakang pak Benny adalah rakyat miskin. Ketika mendatangi basis rakyat miskin, ia tidak menggunakan mobil pribadi dan bagi-bagi sembako, melainkan dengan sepeda motor dan membawa selebaran dan manifesto perjuangan pemilu SRMI. Bahkan di tengah kesibukannya mempersiapkan kampanye pemilihan, ia juga masih tetap sibuk mendampingi rakyat miskin yang butuh pengobatan gratis di rumah sakit-rumah sakit di Jakarta.

Ketika kutanyakan mengenai metodenya perjuangannya ketika terpilih. Ia kontan menjawab; “di parlemen boleh jadi saya nanti minoritas, tetapi kekuatan massa yang besar menopang saya dari luar gedung parlemen, tentu saya merasa kuat”. Aku langsung teringat dengan strategi politik Demokratic Labour Party (DLP) Korsel, sebuah partai kiri progressif di negeri itu yang menerapkan garis “minoritas yang besar” (The Great Minority Line). Dengan garis ini, DLP mencoba mengkombinasikan antara politik parlementer (minoritas) dengan mobilisasi dari gerakan sosial (mayoritas). Benar-benar hebat pak Benny ini, pikirku!
Di Jakarta, begitu banyak poster, baliho, hingga umbul-umbul kandidat yang mengotori kota, bahkan menempel di fasilitas umum. isi dan pesan yang dimunculkan dari alat peraga tersebut relatif hampir sama; kampanye kosong (blank campaign). Bahkan, ada begitu banyak poster, baliho, hingga umbul-umbul yang menuliskan “mohon do’a restu”. Tetapi metode pak Benny benar-benar berbeda. Ia tidak mohon do’a restu, tetapi mengajak rakyat berpolitik bersama-sama. Pak Benny justru menghidupkan “vergadering” di kampong-kampung, sebuah metode perjuangan pada jaman pergerakan pada tahun 1920-an. Lewat vergedering, Pak Benny dan kawan-kawan separtai menyampaikan orasi politik; mengecam system neoliberalisme, mengungkapkan kebusukan pemerintahan SBY dan partai pendukungnya, serta menjelaskan program-program jalan keluar secara gamblang.
Sadar dengan Hambatan

System demokrasi liberal bukan system politik yang berdiri bebas dan netral. Demokrasi liberal, meminjam pengertian Andrés Pérez Baltodano, merupakan sebuah kerangka atau mekanisme yang memastikan kekuasaan negara berjalan untuk menfasilitasi kepentingan segelintir elit (korporasi dan oligarki) dan menjaga agar standar, prinsip dan nilai-nilai kapitalisme-neoliberal bekerja sebagai sesuatu yang normal. System ini memang didesain untuk melestarikan pemerintahan kanan pro- neoliberal, dan guna mencegah kelompok-kelompok kiri maupun nasionalis progressif mengambil bagian.

Karena penuh hambatan, maka seperti dikatakan Enriquo Rubio, tantangan terbesar yang kita hadapi adalah menemukan cara untuk 'memaksimalkan keuntungan bagi kekuatan revolusioner dan meminimalkan hambatan/keterbatasan. System politik borjuis ini, jika tidak diantisipasi, bisa menjadi jalur bagi pengejar “karirisme”, “oportunisme”, dan terkooptasi hingga sama persis dengan politisi dari partai-partai sayap kanan.

Pak benny benar-benar menyadari hal ini. Sehingga, dalam menghadapi hambatan-hambatan ini, pertama, ia akan menekankan bentuk kampanye yang mendidik kesadaran politik rakyat, terutama mengenai isu-isu anti neoliberalisme. Pak Benny menghindarkan bentuk kampanye seperti pemasaran, tetapi lebih mendorong bentuk kampanye yang massal dan politis melalui rapat-rapat akbar terbuka, selebaran politik, hingga pada aksi massa. Ia juga mengenalkan metode gerakan dalam mendekati, mengajak, dan memobilisasi massa pada masa kampanye ini, sesuatu yang tak dilakukan oleh partai-partai lain.
Kedua, menampilkan bentuk perilaku dan tindakan berpolitik yang berbeda dengan partai-partai lain. Pak Benny akan terus-menerus menjelaskan keterbatasan-keterbatasan dari demokrasi keterwakilan dalam menuntaskan seluruh persoalan rakyat. Ia mengajarkan “tradisi kritisisme dan kerakyatan” dalam kerja-kerja legislator, seperti mendorong partisipasi rakyat dalam penyusunan kebijakan legislatif, memprioritaskan penggunaan anggaran untuk rakyat, hingga bentuk-bentuk control lansung terhadap mandat rakyat.

Ketiga, untuk mengubah parlemen menjadi “pengeras suara” bagi persoalan ketertindasan, kesewenang-wenangan, dan kebijakan penguasa yang menyengsarakan rakyat, maka kalangan progressif harus memanfaatkan keberadaan media massa. Masalahnya, control elit berduit terhadap media seringkali menjadi hambatan media memberikan liputan pada aksi-aksi perwakilan rakyat miskin di parlemen. Untuk ini, perwakilan rakyat miskin harus kreatif menciptakan peristiwa-peristiwa politik yang tidak mungkin diacuhkan media massa, seperti menggelar aksi unik di dalam rapat-rapat dan pengambilan suara. “kalau perlu, kita akan melempar sepatu ke pimpinan sidang seperti yang dilakukan wartawan Irak itu terhadap Bush”; ungkap pak Benny bercanda.

Keempat, independensi dalam pendanaan. Menurut pak Benny, tanpa dukungan logistik memadai maka sulit memainkan peran leluasa dalam kampanye pemilihan. Tetapi, menurutnya, masalah logistic masih bisa diatasi dengan militansi, kreatifitas, dan metode-metode murah dan massal. Bagi pak benny, yang terpenting dari masalah pendanaan kampanye adalah independen, karena banyak kandidat terpilih karena donasi para pemodal atau elit kaya harus membayar pamrih. Mereka yang di danai korporasi, elit kaya, ataupun kelompok-kelompok bisnis tertentu tidak akan mempunyai kebebasan menjalankan politiknya, apalagi berpihak kepada rakyat miskin.

Dana harus di gali sendiri, dan tentu saja dengan jalur-jalur yang sah dan legal. Pak Benny sendiri sudah menghimpun diri dalam “gerakan menabung seribu rupiah untuk melawan politik uang”. Dengan gerakan ini, para caleg menghimpun dana secara sukarela dari rakyat, dan yang terpenting adalah menciptakan kesadaran politik bagi rakyat bahwa mereka harus berkorban guna mewujudkan politik kerakyatan.

Pesan Pak Benny Kepada Seluruh Rakyat Miskin Indonesia

Pemilu 2009 tinggal menghitung hari. Pada saatnya nanti, perjalanan nasib bangsa Indonesia kedepan ditentukan oleh pilihan rakyat pada saat pemilihan nanti; apakah tetap memilih partai dan calon yang sudah terbukti gagal, ataukah memilih calon aktifis yang sudah terbukti berjuang bersama dengan rakyat. Pak Benny menganjurkan agar rakyat miskin tidak golput, tetapi harus aktif menggalang dukungan kepada caleg-caleg aktifis kerakyatan. Menurutnya, tindakan golput kurang relevan pada situasi sekarang karena problemnya bukan teknis demokrasi, melainkan bagaimana cara menghimpun kekuatan untuk mengalahkan pendukung neoliberal dalam pemilihan. “ini ada dua kekuatan yang sedang mau berhadapan (baca: pro-imperialisme dan anti imperialism), jadi tidak bisa kita netral”; tegas Pak Benny.

Bagi pak Benny, pertempuran dalam arena elektoral punya makna penting dalam mengangkat partisipasi politik rakyat. Sama pentingnya dengan segala bentuk perjuangan untuk menaikkan rakyat miskin pada kekuasaan. Karena tanpa kekuasaan rakyat miskin, maka tak ada demokrasi dan keadilan sosial.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Saya Ibu Hannah Boss, A pemberi pinjaman uang, saya meminjamkan uang kepada individu atau perusahaan yang ingin mendirikan sebuah bisnis yang menguntungkan, yang menjadi periode utang lama dan ingin membayar. Kami memberikan segala jenis pinjaman Anda dapat pernah memikirkan, Kami adalah ke kedua pinjaman pribadi dan Pemerintah, dengan tingkat suku bunga kredit yang terjangkau sangat. Hubungi kami sekarang dengan alamat email panas kami: (hannahbossloanfirm@gmail.com) Kebahagiaan Anda adalah perhatian kami.