Minggu, 08 Juni 2008

Pernyataan Sikap

Komite Rakyat Bersatu: Bubarkan Ormas yang Sering Melakukan Kekerasan Terutama FPI!!!

Mengutuk tindak kekerasan yang dilakukan
Front Pembela Islam Dan Usut Tuntas Pelaku Kekerasan di Monas!!!
Bubarkan Ormas yang Sering Melakukan Kekerasan Terutama FPI!!!
Hentikan Kekerasan di Indonesia Termasuk Yang Dilakukan Aparat Kepolisian Dan Militer!!!
Batalkan Kenaikan Harga BBM!!!

Peringatan 100 tahun kebangkitan Nasional belum juga lama berlalu, hal itu masih segar di-ingatan kita. Sebuah peringatan tentang perjalanan negeri yang diwarnai persatuan dari keberagaman/pluralitas dan perjuangan terhadap setiap ancaman yang menginjak-injak harkat dan martabat Indonesia. Indonesia yang terdiri dari berbagai macam ras, agama dan kepercayaan, bahasa, suku, dan keberagaman lainnya, merupakan “bunga-bunga di taman demokrasi”. Keberagaman tersebut menjadi acuan hidup untuk membangun Indonesia agar lebih maju dan lebih sejahterah seperti yang dicita-citakan oleh para pejuang kemerdekaan.

Pluralitas yang ada di Indonesia kemudian terangkum dalam Pancasila dan menjadi “roh” negara. Dan tanggal 1 Juni 1945 adalah sebuah momentum bersejarah bagi kita karena pada saat itu Pancasila dinyatakan sebagai landasan bernegara kita yang memuat nilai-nilai pluralisme yang menyatukan setiap elemen bangsa diseluruh pelosok negeri. Setiap Sila memiliki makna yang berharga, dan harus dijalankan oleh setiap warga masyarakat. Prinsip-prinsip dalam Pancasila itulah yang kemudian yang dilanggar oleh Front Pembela Islam.

Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh FPI tidak mencerminkan keberagaman yang terjadi di Indonesia dan tentunya akan menghambat serta menghancurkan demokrasi yang sedang dibagun.. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh FPI dan Komando Laskar Umat Islam di Monas merupakan gejala “bola es”. Peristiwa Monas merupakan puncak dari aksi-aksi kekerasan yang selama ini dilakukan oleh FPI. Rentetan peristiwa kekerasan sering dipertontonkan FPI dengan alasan agama. FPI menampilkan dirinya sebagai penegak hukum yang sah melakukan kekerasan. Aksi-aksi yang FPI lakukan tidak lagi menghargai keberagaman, menghambat demokatisasi, tidak lagi menghormati hukum dan aparat penegaknya, . Hal ini juga seharusnya menjadi tamparan bagi aparat penegak hukum karena FPI seolah-olah menjadi penegak hukum di negara ini. Dan ketegasan aparat penegak hukum juga harus dipertanyakan karena aksi-aksi kekerasan yang selama ini dilakukan oleh FPI tidak pernah diusut dan tidak ditindak secara tegas bahkan terlihat dibiarkan. Aparat penegak hukum lebih garang dan tegas ketika berhadapan dengan pendemo yang menuntut kesejahteraan bagi rakyat, termasuk refresifitas yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap aksi-aksi rakyat yang menolak kenaikan harga BBM.

Selain itu juga, kami juga melihat bahwa sikap aparat kepolisian yang membiarkan FPI dan Komando Laskar Umat Islam menyerang massa aksi AKKBB tidak lain hanya menjadi “alat” untuk mengalihkan kesadaran dan perlawanan rakyat yang sedang marah terhadap kenaikan BBM. Ini menunjukkan bahwa polisi tidak ada yang menjaga massa FPI dan KLUI serta tidak ada yang menjaga massa aksi AKBB. Aparat kepolisian lebih ketat dan bahkan tidak segan-segan merefresif pendemo yang menolak kanaikan harga BBM. Amarah rakyat yang sedang membara akibat kenaikan harga BBM harus harus diredam dengan cara apapun. Pemerintahan yang dipimpin SBY-JK tentunya harus tetap mempertahankan eksistensinya. Pemerintah kapitalis pada akhirnya memang membutuhkan cara untuk mengalihkan isu dan kesadaran agar perhatian rakyat tidak tertuju pada aksi-aksi rakyat akibat kenaikan BBM. Dan itu ternyata terbukti. Media massa saat ini hanya sering menampilakan dan menyiarkan kasus FPI.

Cara-cara seperti ini sering dilakukan pemerintah. Konflik vertical, antara rakyat dengan pemerintah kemudian digeser menjadi konflik horizontal antar rakyat. Pemerintah lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengurus persoalan yang tidak esensial bagi rakyat seperti kasus Ahmadyah dari pada memenuhi keinginan rakyat. Kesejahteraan bagi rakyat tidak pernah diperhatikan padahal segala akar permasalan social yang terjadi di Indonesia muaranya pada ketidakmampuan pemerintah untuk memenuhi kepentingan rakyatnya. Oleh karena itu, rakyat sudah seharusnya sadar dan berjuang secara politik untuk mengambil kekuasaan dari tangan-tangan kapitalis. Hanya jika rakyat yang berkuasa lah maka rakyat akan sejahtera.

Maka dari itu kami dari Komite Rakyat Bersatu (KRB) menyatakan sikap:
  1. Mengutuk keras tindak kekerasan yang dilakukan oleh Front Pembela Islam, karena ini menunjukkan tindakan unsur-unsur reaksioner yang anti demokrasi.
  2. Bubarkan Front Pembela Islam, sebagai konsekuensi FPI yang merupakan anti demokrasi. Aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh FPI telah menyebarkan rasa takut dan keresahan pada masyarakat.
  3. Usut sampai tuntas tindak kekerasan yang dilakukan oleh FPI dan Komando Laskar Umat Islam, karena jelas tindakan mereka telah menyebabkan kerugian dan keresahan di kalangan masyarakat.
  4. Tangkap dan adili pimpinan-pimpinan FPI dan Komando Laskar Umat Islam, karena mereka harus bertangunggjawab terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh anggota organisasinya.
  5. Bubarkan Ormas yang sering melakukan kekerasan karena bertentangan dengan cita-cita Pancasila dan menghancurkan proses demokratisasi di Indonesia.
  6. Hentikan Kekerasan di Indonesia Termasuk Yang Dilakukan Aparat Kepolisian Dan Militer.
  7. Gagalkan kenaikan harga BBM karena kenaikan harga BBM hanya akan semakin membuat kesengsaraan dan kemiskinan pada rakyat.
Semarang, 8 Juni 2008
Komite Rakyat Bersatu
LMND, SMI, PRP, PPRM, RESISTA, FAM-J, JNPM, PERSMA JOGJA, PLU SATU HATI, KAMRADE, KAM, PEWARTA, SPCI JOGJA, P3N, JOGO SENGSORO

Tidak ada komentar: