Sabtu, 17 Mei 2008

Arah Politik LMND memandang Perkembangan Situasi Nasional Mei 2008

Indonesia adalah negara dengan kawasan yang kaya akan sumber daya alam, termasuk itu bahan tambang. Kekayaan ini pula yang membuat negara-negara industri maju –seperti: Jepang, Korea Selatan, AS, Inggris, Australia, Cina, dan India- ’ngiler’ melihatnya. Saking kayanya sampai kita sering dijuluki sebagai ’zamrudnya khatulistiwa’. Itulah yang sering didengungkan di telinga mayoritas rakyat.

Sayang, akibat tidak bermartabatnya kaum negarawan, sebagian besar bahan tambang nasional telah cukup lama dimiliki oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Sudah tak terhitung (berapa banyak) perusahaan multinasional yang beroperasi sebebas-bebasnya: membawa hasil bumi kita ke negeri asal; ataupun menjualnya ke negeri industri lain yang membutuhkan. Padahal kita tahu pasti, bahwa saat ini harga-harga energi (seperti: batubara, minyak bumi, dan gas alam) sedang melonjak di dunia! Namun, Indonesia bukannya untung, malah buntung. Yang untung dari situasi ini hanya perusahaan-perusahaan multinasional.

Dari sudut kebangsaan, pemerintahan SBY-Kalla tak mampu menegakkan wibawa dan harga diri bangsa di hadapan asing. Mereka (SBY-Kalla) juga tak mempu berdiri superior atau setidaknya setara. di hadapan perusahaan-perusahaan multinasional (seperti: Freeport, ExxonMobil, Newmont, Chevron, Inco, Conocophilips, British Petroleum, BHP, Shell, Temasek, Mittal, dsb) – berikut lembaga finansial (IMF, ADB, Bank Dunia, dan G8) dan perdagangannya (WTO). Sisa mental bangsa Koeli peninggalan Zaman Kompeni masih tersisa rupanya di anak cucunya.

Dari segi kemajuan tenaga produktif pun, SBY-Kalla tidak serius memerjuangkan nasib bangsa ini. Industri nasional yang mandiri dan besar praktis tak pernah berdiri, akibatnya rakyat berinisiatif membentuk UKM-UKM –sampai belasan juta banyaknya- dengan kapital minimal yang tak tersentralisasi. Tenaga produktif yang tersentralisasi dengan baik semakin melemah: selama empat tahun pemerintahannya, industri-industri manufaktur nasional satu persatu berguguran. Tidak ada di benak pemerintahan untuk berani mengolah sendiri secara berdikari, memberi nilai tambah industrial pada aset nasional: gas alam, batubara, pasir besi, kuarsa, nikel, minyak bumi, tembaga, emas, dsb; Negara lebih memilih untuk menjualnya mentah-mentah ke asing, dengan sedikit pemasukan dari royalti, pajak, dan bagi hasil.

Di manakah wibawa kita sebagai nasion yang memiliki sejarah besar di Asia Pasifik di masa-masa Majapahit dan Sriwijaya; serta di masa (awal) Republik Indonesia Sukarno- yang bahkan teramat disegani di oleh kedua Blok Dunia di Era Perang Dingin-? Siapapun tahu, bahwa dengan kepemilikan energi (batubara, minyak bumi, gas alam) terkaya dan penduduk terbesar di Asia Tenggara, sangatlah mungkin kejayaan masa lalu kita hidupkan dengan lebih bergelora lagi.

Realitasnya saat ini Indonesia kelimpungan akibat meroketnya harga minyak mentah dunia tahun 2008. Benar-benar prestasi bagi pemerintahan SBY-Kalla: memperingati seabad kebangkitan nasional SBY dengan menaikkan harga BBM!! Dengan alasan meminimalisir defisit anggaran negara (APBN), subsidi energi nasional dicabut.

Terlebih itu isu krisis energi nasional semakin berkibar deras di masyarakat, mengelabui mereka akan situasi sesungguhnya. Rakyat tidak pernah mengetahui dengan pasti berapakah (sesungguhnya) jumlah kekayaan energi dan mineral kita. Entah itu data cadangannya, yang sedang diolah, maupun yang sedang dikirim ke luar negeri. Jika data-data demikian dibuka pada publik, akan jelas terlihat situasi sesungguhnya: dimana Indonesia benar terjajah oleh kepentingan asing.

Kebijakan pencabutan subsidi BBM kami tolak dengan tegas karena hanya menguntungkan kepentingan asing. Kebijakan ini sangat jelas akan berdampak pada kehancuran industri dan perekonomian mayoritas rakyat Indonesia. Karena memang tujuan sejati dari pencabutan subsidi BBM adalah:

  1. Mempercepat liberalisasi hilir migas (yang telah dicanangkan dengan UU Migas No. 22 tahun 2001) yang menguntungkan perusahaan-perusahaan multinasional semacam Shell, Petronas, juga lainnya yang akan menyusul masuk; dan
  2. Mempercepat kehancuran industri nasional, agar negara semakin berkurang daya tawarnya terhadap investasi asing (sesuai keinginan UU PM No. 25 tahun 2007) . Ini sejalan dengan gencarnya kebijakan privatisasi (baca: penggadaian) perusahaan negara.

Seperti biasa, kita tak boleh hanya sekedar menolak seperti yang lainnya. Kita akan menyodorkan langkah politik yang konkret dan tegas. Bagi kita: Negara sebenarnya dapat menyelamatkan APBN dari defisit, termasuk memulihkan kedaulatan energi nasional, jika berani berposisi tegas pada kepentingan asing. Untuk mencapainya tidak bisa tidak dengan: peninjauan kembali kontrak kerja sama pertambangan dan utang luar negeri. Bukan dengan jalan semacam pemangkasan anggaran belanja pemerintahan dan penghematan pemakaian energi -yang hanya akan menghambat laju perkembangan tenaga produktif nasional.

Dengan landasan kemendesakan situasi nasional, sebagai langkah jangka pendek, negara harus segera melakukan kebijakan:

  1. Penundaan pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri untuk menambal defisit APBN akibat membengkaknya subsidi BBM.
  2. Pembatasan ekspor migas dan batubara dengan mengharuskan seluruh perusahaan multinasional -yang mengeksploitasinya di Indonesia- untuk menjualnya kepada negara dengan harga yang ditetapkan pemerintah demi pemenuhan energi nasional saat ini.

Itulah langkah yang seharusnya. Bukan dengan konsep (mimpi bagi sebagian besar kelas menengah, yaitu) MDG’s, yang masih kita pandang sebagai sebagai sogokan kaum neoliberalis untuk membius rakyat. Kita juga menilai pembata­san BBM jenis premium me­lalui metode kartu pintar (smart card) tidak akan efek­tif. Alasannya, ongkos tekno­logi yang dibayar negara terlalu besar, sementara efi­siensi yang akan dicapai tidak sebanding.

Begitu kira-kira tuntutan kita yang pokok. Tuntutan turunan masih sama dengan sebelum-sebelumnya (lihat Materi Babon Papernas yang diterbitkan Periode Januari 2007-2008).

Selamat berjuang dan menangkan program ini di setiap front intra maupun ekstra kampus. Kampanyekan prespektif anti penjajahan demi martabat bangsa di segenap kepala kaum muda pergerakan dan juga rakyat di manapun- lewat panggung-panggung apapun. Khusus kepada sesama kaum muda, kita akan sampaikan kepada mereka, ”Kaum muda jangan terus menerus berpura-pura tidak mengerti situasi (riil). Kalian sebenarnya sudah tahu bahwa problemnya hanya satu, yaitu penjajahan gaya baru yang sedang bercokol di dalam negeri.. ”

Karenanya program perjuangan yang menurut kami penting untuk dijalankan guna terwujudya sistem ekonomi dan politik yang mandiri, yang mau Berdiri Di Kaki Sendiri—Berdikari seperti pernyataan Bung Karno), dan lebih berkeadilan sosial:

  1. Mensubsidi harga sembako sehingga dapat dikonsumsi oleh rakyat, terutama rakyat miskin. Disaat yang bersamaan harus ada kebijakan untuk menormalisasi harga produk pangan dan perkebunan sehingga harganya terngakau oleh rakyat dengan mensubsidi sara produksi pertanian (pupuk, benih dsb) sehingga rakyat yang menggantungkan hidup di sektor pertanian dan perkebunan dapat terangkat kesejahteraannya.
  2. Menggratiskan pendidikan dan kesehatan bagi seluruh rakyat.
  3. Menyediakan energi murah (minyak, gas, dan batubara) bagi rumah tangga dan industri. Dengan ketersediaan energi murah, industri nasional (ribuan industri manufaktur dan jutaan UKM) dapat: menekan biaya produksi sehingga selamat dari kebangkrutan dan biayanya sebagian harus dialihkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan upah kaum buruh.
  4. Menyediakan bahan baku (nikel, emas, tembaga, alumunium, seng, timah, pasir besi, timbal, dsb) yang melimpah untuk pembangunan industrialisasi nasional ke depan. Seluruh industri asing dibidang pertambangan, tentunya setelah kontrak kerjasamanya diperbarui agar lebih adil, harus mengolah bahan mentahnya menjadi barang setengah jadi di dalam negeri dan harus mengutamakan kebutuhan bagi industri dalam negeri. Hal ini menjadi basis penting untuk menggerakan dan memajukan industri nasional.
  5. Oleh karena itu seluruh industri Pertambangan secara bertahap harus dinasionalisasi, seluruh kontrak kerjasama di bidang pertambangan migas dan mineral harus diperbaharui dengan formula yang lebih menguntungkan rakyat dan industri dalam negeri.
  6. Perlindungan terhadap industri dalam negeri dari keserakahan kaum imperialis yang berkedok perdagangan bebas. Padahal negeri-negeri imperialis dengan kaum kapitalisnya menjalankan perdagangan bebas secara diskriminatif dan penuh kecurangan.
  7. Penghapusan Hutang Luar Negeri. Politik anggaran negara yang menguras APBN untuk membayar hutang harus dihentikan, sekurangnya dalam jangka waktu 10 hingga 15 tahun ke depan. Seluruh APBN harus diprioritaskan untuk memulihkan dan mendorong maju industri dalam negeri dan memperbaiki kesejahteran rakyat.
  8. Agar program perjuangan untuk merubah sistem ekonomi dan Pemerintahan yang pro kaum imperialis ini dapat berhasil seluruh gerakan rakyat harus gigih berjuang di seluruh lapangan politik. Disamping terus mengorganisir gerakan massa untuk menuntut hak-hak kesejahteraan rakyat yang bersifat mendesak dan darurat, seluruh gerakan rakyat harus bersatu dengan kaum intelektual, budayawan, tokoh-tokoh agama yang bersimpati dengan nasib rakyat, dan kaum kapitalis demokrat yang nasionalis untuk berjuang diarena Pemilihan Legislatif, di arena Pemilihan Presiden, di arena Pemilihan kepala daerah, di arena Pemilihan Dewan Perwakilan Daerah, baik melalui saluran partai politik yang bersedia membuka diri untuk tujuan itu maupun melalui jalur politik calon perseorangan. Kekuatan politik dari kelas penguasa dan kekuatan oposisi yang menjadi agen dan kepanjangan tangan kaum imperialis harus terus disingkirkan, sekuat-kuatnya, secepat-cepatnya dari kekuasaan di Pemerintahan Pusat dan Daerah, di DPR dan DPRD, serta di Dewan Perwakilan Daerah.

Lampiran:

BBM Tidak Boleh Dinaikkan!

Harga BBM terus meroket. Saat ini harga minyak dunia sudah menembus harga 120 USD/barel. Harga itu jauh melampaui asumsi APBN yang hanya menghitung harga minyak dunia sebesar 95 USD. Merespon perkembangan situasi ini, pemerintah berencana untuk mengambil beberapa langkah, diantaranya menaikkan harga BBM. jika pemerintah tetap juga menaikan harga BBM pada Juni 2008. kenaikan BBM ini diperkirakan antara 10 sampai 30. Sesuai hasil perhitungan dari Depkeu RI, maka kisaran kenaikan BBM meliputi BBM premium naik dari Rp4.500, menjadi Rp6.000/liter, dan solar dari Rp4.300, naik menjadi Rp5.500/liter, serta minyak tanah dari Rp2.000, menjadi Rp2.300/liter. Kenaikan ini sudah dipastikan akan menambah tekanan krisis masyarakat dari berbagai sisi, disamping kenaikan harga pangan dan merosotnya tingkat pendapatan real. Kenaikan BBM akan disertai dengan kenaikan harga-harga komoditi terutama sembako. Padahal beberapa bulan yang lalu, rakyat miskin sudah menjerit karena kenaikan komoditi pangan akibat “food crisis” yang melanda dunia.

Selubung ideologis dibalik kenaikan harga minyak dunia?

Kenaikan harga minyak dunia sering dimanipulasi oleh media massa borjuis dengan menyalahkan perkembangan China, India dan politik energi Chaves di Venezuela Dan Ahmadinejad di Iran. Beberapa factor yang mempengaruhi kenaikan harga minyak adalah Pertama turunnya produksi minyak dunia. Seperti laporan yang diberikan oleh EIA pada Desember 2007 total produksi baik negara-negara OPEC, OECD dan Non OPEC adalah 86.52 mlnbpd. Sedangkan disisi lain terjadi peningkatan kebutuhan minyak dibeberapa Negara-negara industri baru. Tetapi penyebab penurunan produksi ini terletak pada gangguan alam seperti badai Katrina yang meng-cover 92% produksi minyak teluk (teluk Meksiko) dan 83% produksi gas alamnya. Gangguan politik dibeberapa negara penghasil minyak dunia juga merupakan faktor yang turut mempengaruhi penurunan harga minyak dunia. Ganggung politik ini merupakan produk keserahan imperialis untuk merebut ladang-ladang minyak tersebut, seperti dalam kasus Irak dan Nigeria[1]. Kedua krisis mata uang dollar sebagai lanjutan dari krisis pasar investasi dan perumahan yang melanda ekonomi AS. Merosotnya mata uang dollar menjadi pukulan bagi negara-negara yang menggunakan sistem pertukaran dollar. Ketiga permainan para spekulan yang mencari untung besar dari kenaikan harga minyak dipasar internasional. Keempat permainan harga yang dimainkan oleh korporasi-korporasi minyak terutama yang berbasis di AS. Seperti kita ketahui, Dick Cheney merupakan pemimpin perusahaan Haliburton Energi hingga tahun 2000. Condoleeza Rice, merupakan salah seorang CEO perusahaan Chevron Texas. Menhan AS sekarang, Donald Rumsfeld, pernah menjabat wakil pemimpin perusahaan Western Oil. Dia juga merupakan partner Bush di perusahaan Enron Energy. Ada sekitar 100 orang pejabat di pemerintahan Bush yang pertama, mereka menanamkan investasinya yang mencapai 144,6 juta dolar AS di sektor migas.

Dalam pengamatan saya yang paling banyak mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga minyak dunia bukan negara eksportir minyak tetapi perusahaan-perusahaan pemilik ladang eksplorasi dan industri pengilangan minyak, serta para broker (spekulan). Sebagai gambaran, meskipun negara-negara OPEC menguasai 2/3 cadangan minyak dunia dan volume ekspor minyak mentahnya 40% dari ekspor dunia, negara-negara OPEC hanya memiliki sarana pengolahan minyak 10% saja. Sedangkan negara-negara maju menguasai 60% industri pengolahan minyak dunia yang mayoritas dimiliki beberapa perusahaan saja seperti Chevron, ExxonMobil, ConocoPhilips, Sheel, Texaco, BP, UNOCAL, dan Hallilburton.

Dari selisih harga saja, beberapa korporasi minyak internasional meraup keuntungan besar. Contohnya, keuntungan Exxon Mobile sebesar 8 milyar dolar AS pada kuartal pertama tahun ini. Keuntungan ConocoPhillips sebesar 3,3 milyar dolar AS, keuntungan Anglo Dutch Shell setara 6,09 milyar dolar AS dan keuntungan BP (British Petroleum) sebesar 5,82 milyar dolar AS, dan seterusnya.

APBN Tertekan?

Paska berakhirnya periode boom minyak (Oil Boom), posisi Indonesia bergeser menjadi negara pengimpor minyak. Ketergantungan Indonesia terhadap impor makin menjadi-jadi seiring dengan terus jatuhnya produksi minyak dalam negeri. Cadangan minyak Indonesia pada tahun 1974 sebesar 15.000 metrik barel dan terus mengalami penurunan. Pada tahun 2000 cadangan minyak Indonesia sekitar 5123 metrik barel (MB) dan tahun 2004 menjadi sekitar 4301 MB. Penyebabnya; (1). Sebagian besar kilang-kilang minyak milik Indonesia sudah tua dan ketinggalan jaman, sebagian besar peninggalan kolonialisme. Tidak ada upaya mengupgrade kilang-kilang itu dengan tekhnologi baru. (2). Kurangnya dukungan modal dan resources dari pemerintah untuk melakukan penelitian dan penemuan ladang minyak baru. tiap bulan rata2 pertamina mengambil produk kerosine/minyak tanah di TPPI sebesar 130 ribu barel ,sekitar 16rb metrik ton.itu dari hasil
mengolah condensate dari senipah kalimantan yang kandungan kerosnenya sekitar 12%.blm ditambah kilang2 pertamina yang lain.Belum lagi klo semua produk TPPI dijadikan BBM semua.saya pikir itu lebih dari cukup untuk kebutuhan nasional mungkin hingga 3-5 thn.

Dibawah orde baru, periode bonanza minyak tidak menciptakan basis untuk memperkuat industri perminyakan. Malahan, Pertamina dijadikan sapi perahan selama berpuluh-puluh tahun oleh soeharto, kroninya dan tentara secara institusional (setelah mengambil kendali dari control pekerja 1959). Akibatnya, drama turunnya produksi minyak setiap tahunnya adalah sesuatu yang tidak dapat dicegah karena minyak adalah sumber energi tak terbaharui, disamping itu proses ekplorasinya membutuhkan waktu cukup lama. Kalau tidak dipersiapkan pembangunannya, maka dipastikan akan menjadi gangguan dimasa depan.

Karena kita produksi minyak kita terus menerus menurun, disamping itu komsumsi minyak nasional menunjukkan grafik menaik, maka volume impor kita terus menerus meningkat. Peningkatan konsumsi BBM dalam negeri bukan berasal dari sektor Industri, akan tetapi justru datang dari peningkatan pemakaian kendaraan bermotor dan mobil tiap tahunnya. Pola pemakaian BBM-nya adalah pola konsumsi, bukan untuk produksi. Sektor transportasi merupakan konsumen BBM terbesar (lebih dari 50% dari total konsumsi BBM nasional). Dalam sektor transportasi, sebesar 88% dikonsumsi oleh angkutan jalan, dimana 66% merupakan mobil pribadi dan mobil angkutan barang. Meskipun demikian, solusi pembahasan premium dengan model smart card akan kurang efektif. Alasannya, persoalan birokrasi masih merupakan keruwetan terbesar dan biaya pembuatan kartu semacam itu juga cukup besar. Seharusnya kalau berani, pemerintah harus membatasi impor kendaraan mewah dengan menaikkan bea-masuk kendaraan setinggi-tingginya.

berdasarkan data situs BI per 3 April 2008 yang disarikan oleh Detik Finance, justru cadangan devisa Indonesia meningkat dari $ 57,125 Milyar menjadi $ 58,980 Milyar. Secara logika, kalau devisa meningkat dan tidak kemakan (lebih rendah) dari kebutuhan konsumsi BBM, maka ini menyediakan basis bagi kita untuk membuat kebijakan soal energi. Produksi minyak yang mencapai 1 juta barrel pertahun bisa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik (tidak perlu ekspor) karena realisasi devisa kita masih mencukupi.

Subsudi BBM untuk 2008 adalah 46,7 trilyun rupiah. Nilai tersebut sebenarnya masih lebih rendah ketimbang pos untuk pembayaran utang luar negeri yang mencapai Rp 91,365 triliun. Sehingga kalau berbicara tekanan terhadap APBN, tekanan yang paling besar datang dari pembayaran utang luar negeri itu. Fatalnya, selama ini utang luar negeri bukan hanya membebani APBN tetapi juga merupakan instrumen untuk memaksakan kesepakatan-kesepakan ”washintong consensus”. Negara dirugikan dari dua sisi secara bersamaan, yakni pemangkasan biaya-biaya sosial dan pembangunan hanya untuk membayar utang dan kehancuran ekonomi nasional karena menjalan resep ”neoliberalisme”.

Tidak perlu Naikkan BBM?

Dengan kenaikan jumlah kendaraan yang mencapai 430 ribu pertahun, atau kenaikan 2,5% dan Motor yang mencapai 4,6 juta atau 13%, dengan konsumsi bahan bakar 8,22 liter per hari untuk kendaraan dan 1 liter per hari untuk motor, maka kenaikan kebutuhan BBM yang perlu diantisipasi mencapai 6% pertahun. Ini berarti perkiraan untuk tahun 2009, kebutuhannya bisa mencapai 46,27 juta kilo liter pertahun. Secara umum proses pengolahan minyak mentah menjadi BBM di Indonesia dilakukan oleh 7 pengilangan dengan kapasitas produksi 1 juta barel per hari dengan hasil rata-rata 79% BBM (51% Gasoline, 15,30% Distillate fuel oil, 12,30 Kerosine). Maka total produksi BBM dengan Crude Oil Net Dalam negeri 1 juta barrel perhari, dalam setahun akan dihasilkan BBM sebanyak 47,19 juta kiloliter. Ini kira-kira masih cukup untuk mengantisipasi pertumbuhan konsumsi dengan tingkat kemacetan sampai tahun 2009. Dengan biaya produksi Minyak Bumi yang hanya $ 14,5 per barrel, ditambah ongkos penyulingan dan distribusi BBM (kurang dari $ 2 per barrel), maka harga pokok BBM rata-rata adalah Rp 1.117,- perliter. Jadi jika saat ini harga BBM rata-rata Rp 4.500,-, pemerintah melalui Pertamina untuk kondisi kebutuhan dalam negeri sudah memiliki gain sebesar Rp 156,5 Trilyun. Dan jika harga akan disesuaikan dengan patokan harga minyak mentah dunia yang mencapai $ 110 per barrel, maka harga jual BBM rata-rata akan mencapai Rp 7.970,- per liter, dan total gain pemerintah akan mencapai Rp 317 Trilyun atau sekitar 50% dari total APBN saat ini. (Yohan Suryanto, Krisis BBM dan langkah penghematannya).

Selain itu, berdasarkan berita yang pernah dilangsir kompas (aku lupa tanggalnya), di beberapa tangki minyak milik MNC masih tersimpan berjuta-juta barel minyak yang sengaja ditahan sambil menunggu harga minyak. Kalau pemerintah punya keberanian untuk memaksa mereka mengeluarkan minyaknya guna kebutuhan dalam negeri, maka tidak perlu mengambil resiko menaikkan BBM.

Nasib Industri Nasional dan rakyat Miskin

Meskipun sekjend Apindo, Sofyan Wanandi menyetujui sikap pemerintah menaikkan harga BBM, akan tetapi pernyataan itu bukan pertanda bahwa industri nasional bisa bertahan dari situasi itu. Pertumbuhan industri nasional pada tahun 2007 hanya mencapai 6,3 persen, jauh di bawah target awal sebesar 7,9 persen. Mereka (kalangan industri) sudah lama tidak ganti mesin, sehingga produktifitasnya rendah dan daya saingnya sulit. Apalagi kalau sampai terjadi kenaikan BBM, tentu akan menaikkan cost produksi sedangkan disisi lain, akibat liberalisasi, perusahaan nasional dipaksa kompetitif dengan membajirnya produk dari luar.

Tekanan paling nyata akan dirasakan lebih dari separuh rakyat Indonesia yang berpendapatan dibawah Rp.20 ribu perhari. Kenaikan harga-harga sembako saja dalam bebebarapa bulan terakhir sudah membuat mereka mengecangkan ikat pinggang dan mengurangi konsumsi. Apalagi kalau BBM naik 10-30%, akan menambah kenaikan harga dari dua segi yakni kenaikan harga komoditi pangan dunia dan kenaikan BBM, sehingga harga-harga bisa bergerak jauh lebih tinggi diluar perkirakan pemerintah.

Strategi dana kompensasi kenaikan BBM jelas tidak produktif. Menurut hendri saparini, dana kompensasi BBM tahun 2006 selain kurang tepat sasaran juga menimbulkan ketergantungan rakyat miskin pada dana semacam itu. Yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah bagaimana mendorong produktifitas mereka sehingga bisa berproduksi, bukan memberikan uang tutup mulut yang nilainya hanya cukup untuk membeli minyak tanah seliter.

Industrialisasi Nasional dan Martabat bangsa

Solusi jangka pendek berupa penghematan energi benar-benar kontra-produktif. Penghematan energi dengan mematikan lampu jalan ataupun peralatan-peralatan pemakai energi pada malam hari bisa jadi dianggap solusi bijak, tetapi pada dasarnya BOHONG. Solusi ini mendramatisasi seolah-olah cadangan energi kita sudah hampir habis, padahal kenyataannya cukup melimpah hanya saja dikuasai asing dan dibawa lari kepasar internasional. Sudah sangat jelas, turunnya produksi minyak nasional adalah karena faktor penguasaan asing (imperialisme) terhadap sektor pertambangan dan tidak adanya strategi industrialisasi akibat dihambat oleh susunan ekonomi imperialis. Kenaikan harga minyak dunia bukanlah kondisi yang sementara (temporer), akan tetapi akan bersifat lama (panjang) dan berulangkali (repeadtly), karena pasar minyak internasional sekarang bukan lagi bertumpu pada supply and demand, tetapi spekulasi oleh para broker minyak yang didukung oleh korporasi minyak.

Ketidakadaan martabat dan kemandirian bangsa menyebabkan penjajah (korporasi) dengan seenaknya merampok seluruh sumber daya alam kita. Mereka begitu leluasa meminta kaki tangannya, SBY-JK dan pendukungnya, untuk membuat regulasi-regulasi untuk mengesahkan proses perampokan itu. Sehingga rakyat harus mengetahui, pemerintahan seperti apa yang harus dipilih dimasa yang akan datang? Pemerintahan yang berani berhadapan dengan kepentingan imperialis, pemerintahan yang berani mengalihkan keuntungan dari pertambangan kepada rakyat miskin, pemerintah yang menjamin hak-hak politik rakyat untuk terlibat dalam proses kekuasaan merupakan tipe pemerintahan baru yang harus diperjuangkan rakyat Indonesia kedepan.

Banyak yang menilai nasionalisasi sebagai tindakan terlalu dini. Ada pula yang menilai bahwa tindakan ini terlalu radikal? Kami akan mengatakan bahwa nasionalisasi bukanlah tindakan yang dini karena proses pengerukan kekayaan alam kita bukan pula hal yang dini, ini sudah berlansung sejak lama, semasa kolonialisme. Nasionalisasi justru menjadi keharusan. Mengendapkan program nasionalisasi kemudian menggantikannya dengan solusi abstrak hanya akan memperluas ketidaktahuan rakyat pada musuh sejatinya dan bagaimana menghancurkannya? Nasionalisasi harus didukung oleh rakyat dan kaum pekerja, itu syarat pokok dari program ini. Sehingga sejak awal, dalam setiap lapangan politik perjuangan, propoganda nasionalisasi pertambangan asing harus dihembuskan agar menjadi angin kesadaran sejati rakyat untuk memperjuangkannya. Di venezuela, petutupan pabrik, dan penghentian produksi oleh para bos kapitalis (sabotase ekonomi, 2002), mampu dijawab oleh gerakan rakyat dengan mengambil alih kendali dari tangan mereka dan menjalankannya dengan semangat persatuan dan solidaritas. Pertama memang ada hambatan, akan tetapi perlahan-lahan mampu diatasi seiring dengan bertambahnya pengalaman pekerja.

Sehingga nasionalisasi terhadap perusahaan tambang asing tidak dapat ditunda-tunda lagi. Nasionalisasi harus ditempatkan sebagai bagian dari perjuangan menegakkan martabat dan kedaulatan bangsa, dimana bangsa indonesia memiliki posisi setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia, termasuk korporasi asing. Oleh karena itu nasionalisasi memiliki beberapa aspek;

1. sebagai program perjuangan pembebasan nasional, nasionalisasi memutlakkan penguasaan dan kontrol terhadap sumber daya alam oleh negara guna dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyat. Nasionalisasi akan menjadi sarana untuk melepaskan campur-tangan imperialisme pada sektor-sektor ekonomi yang vital dan menguasai hajat hidup orang banyak.

2. Nasionalisasi pertambangan merupakan solusi pembiayaan untuk menjalankan program-program sosial seperti pendidikan gratis, kesehatan gratis, sembako murah, pembangunan infrastruktur, dan industrialisasi.

3. Nasionalisasi terhadap sektor pertambangan akan memastikan penguasaan penuh terhadap sumber energi (ketahanan energi) untuk memasok kebutuhan industri nasional dan kebutuhan rumah tangga. Penguatan terhadap industri dalam negeri (apalagi kalau sudah ditangan negara dan kontrol pekerja) akan membawa situasi yang sehat dalam perburuhan. Dari situ, tuntutan penghapusan sistem kontrak dan outsourcing akan dapat kita penuhi.

Oleh karena itu, solusi utama terhadap rencana pemerintah menaikkan harga BBM harus berpijak pada tuntutan pokok dalam kerangka perjuangan pembebasan nasional, yakni nasionalisasi Industri pertambangan. Solusi untuk pembiayaan dan penguatan APBN bisa diambil dari penghapusan utang luar negeri tanpa syarat.



[1] Di dalam negeri Nigeria -–negara yang kaya minyak-– mengalami pergolakan dari waktu ke waktu: Perusakan jalur minyak secara sengaja, penculikan dan pembunuhan pekerja asing, serta peperangan antar gerakan yang menyerukan kemerdekaan Delta Nigeria (MEND) dengan kekuatan pemerintah. Semuanya itu menghalangi kemungkinan produksi minyak di Nigeria secara maksimal. Beberapa prediksi mengatakan sekitar 25% kekuatan produksi minyak mentah di Nigeria telah berhenti secara total.



Tidak ada komentar: