Sabtu, 17 Mei 2008

“Nasionalisasi Industri Pertambangan Asing untuk Pendidikan Gratis dan Berkualitas”

Tidak ada seorang Indonesia pun (juga) yang menyangkal, bahwa sejatinya Negeri Indonesia kaya akan tambang: minyak, gas, batubara, dan galian mineral lainnya.

Setiap hari ratusan ribu barrel minyak dan jutaan kubik kaki gas ‘terbang’ ke luar negeri, bersamaan dengannya juga: batubara, emas, tembaga, pasir besi, dan timah. Berbagai perjanjian kerjasama pertambangan, seperti kontrak karya (KK) untuk galian mineral dan kontraktor production sharing (KPS) untuk migas, hanya menguntungkan korporasi-korporasi luar negeri, semacam: ExxonMobil, Chevron, ConocoPhilips, Total, British Petroleum, PetroChina, Shell, CNOOC, Freeport, Newmont, BHP Biliton, Inco, dan lain lain selama berpuluh tahun.

Rakyat Indonesia sendiri selama ini tidak mendapatkan keuntungan dari kayanya negeri mereka akan bahan tambang. Keuntungan milyaran dollar hanya mengalir ke korporasi-korporasi pertambangan yang sudah sangat kaya raya. Puluhan juta rakyat kita yang miskin hanya mendapati minyak tanah semakin langka dan mahal; bensin-solar mahal; industri bangkrut (de-industrialisasi) di mana-mana; PLN kekurangan persediaan batubara dan gas; lahan-hutan yang rusak berikut kekerasan (pelanggaran HAM) yang biasa terjadi di lokasi pertambangan.

Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa kekayaan yang terkandung di dalam bumi Indonesia harus dipergunakan sepenuh-penuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Mukadimah UUD 1945 juga menyatakan bahwa cita-cita bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Karenanya sudah sangat jelas bahwa kekayaan alam Indonesia harus menjadi modal untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Atau dengan kata lain: seluruh kekayaan tambang Indonesia harus diabdikan sepenuhnya untuk memberikan pendidikan yang gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyat.

Tidak ada komentar: