Senin, 19 Mei 2008

PUISI

Pesan Sang Ibu;

Tatkala aku menyarungkan pedang

dan bersimpuh diatas pangkuanya

tertumpah rasa kerinduanku pada sang ibu

tanganya yang halus mulus membelai kepalaku

tergetarlah seluruh jiwa ragaku

musnahlah seluruh semangat api juangku

namun sang ibu berkata;

anakku sayang,

apabila kakimu sudah melangkah ditengah padang

tancapkanlah kakimu dalam-dalam

dan tetaplah terus bergumam

sebab gumam adalah mantra dari dewa-dewa

gumam mengandung ribuan makna

apabila gumam sudah menyatu dengan jiwa raga

maka gumam akan brubah menjadi teriakkan-teriakan

yang nantinya akan berubah menjadi gelombang salju yang besar

yang nantinya akan mampu merobohkan istana yang penuh kepalsuan

gedung-gedung kaum munafik,

tatanan negeri ini sudah hancur anakku

dihancurkan sang penguasa negeri ini

mereka hanya bisa bersolek didepan kaca

tapi membiarkan punggungnya penuh noda

dan penuh lendir hitam yang baunya kemana-mana

mereka selalu menyemprot kemaluannya dengan parfum luar negeri

diluar berbau wangi didalam penuh dengan bakteri

dan hebatnya sang penguasa negeri ini pandai bermain akrobat

tubuhnya mampu dilipat-lipat yang akhirnya

pantat dan kemaluannya sendiri mampu dijilat-jilat,

anakku;

apabila pedang sudah kau cabut janganlah surut

janganlah bicara soal menang dan kalah

sebab menang dan kalah hanyalah mimpi-mimpi

mimpi-mimpi muncul dari sebuah keinginan

keinginan hanyalah sebuah khayalan

yang hanya akan melahirkan harta dan keuasaan

harta dan kekuasaan hanyalah balon-balon sabun yang terbang diudara

anakku;

asahlah pedang ajakklah mereka bertarung ditengah padang

lalu tusukkan pedangmu ditengah-tengah selangkangan mereka

biarkan darah tertumpah di negeri ini

satukan gumammu menjadi

revolusi.

Tidak ada komentar: