Senin, 26 Mei 2008

Kesejahteraan Rakyat Sebagai Pilar Untuk Membangun Ketahanan Ekonomi Bangsa

“Kalau mau hidup harus makan, yang dimakan hasil kerja, jika tidak bekerja tidak makan, kalau tidak makan pasti mati,…inilah undang-undangya dunia,……” begitulah penggalan pidato dari Bung Karno (HUT RI 1953). Yang jadi pertanyaan sekarang ini adalah bagaimana kita bekerja dan mengelolala sumber daya alam di negeri ini kalau semua perusahaan yang kiranya dapat menyejahterakan rakyat sudah di kuasai korporasi-korporasi asing, padahal kita tahu bahwa kesejahteraan rakyat adalah salah satu pilar untuk ketahanan ekonomi bangsa yang akhirnya dapat memperkuat ketahanan nasional bangsa ini.

Logikanya adalah bagaimana kita mampu mempertahankan bangsa kalau kita sendiri (rakyat Indonesia) tidak sejahtera, lapar bahkan mati. Utuk itu kita perlu Menuntut pemerintah Republik Indonesia untuk segera mengumumkan dekrit, mengambil alih kendali (nasionalisasi) industri pertambangan, membatalkan dan merombak kontrak kerja sama dengan perusahaan pertambangan asing yang telah merugikan kepentingan nasional dan memiskinkan rakyat. Orientasi kebijakan pertambangan harus ditujukan untuk:

1.1. Memenuhi kebutuhan dalam negeri, baik bahan baku industri maupun sumber energi untuk keperluan industri, rumah tangga, dan transportasi.

1.2. Menyediakan basis industri hulu yang tangguh dengan pembangunan industri pengolahan hasil sumber daya alam, terutama yang paling mendesak dibutuhkan bagi industrialisasi nasional (bijih besi, alumunium, energi alternatif, kilang minyak, dsb).

1.3. Mengalokasikan keuntungan yang diperoleh dari penjualan komoditi pertambangan untuk kesejahteraan rakyat (pendidikan dan kesehatan gratis, membuka lapangan pekerjaan, dll).

Secara garis besar, persoalan-persoalan yang dihadapi tersebut di atas kurang lebih dapat diatasi lewat langkah-langkah industrialisasi sebagai berikut:

1. Negara harus menjamin tersedianya sumber energi yang memadai untuk seluruh jenis industri. Korporasi-korporasi penghasil energi (minyak, gas, dan batu bara) harus diambil-alih kepemilikan ke tangan negara untuk memastikan tercukupinya kebutuhan energi dalam negeri. Sebaliknya, kerja sama energi dengan negeri-negeri seperti Venezuela dan Iran perlu ditingkatkan. Sejalan dengan itu, pemboyongan sumber energi ke luar harus dihentikan atau dibatasi.

2. Sebagai antisipasi jangka panjang, dibutuhkan kajian-kajian strategis terhadap sumber energi alternatif dengan dampak negatif seminim mungkin terhadap lingkungan hidup.

3. Negara harus menjamin tersedianya bahan baku yang cukup untuk seluruh jenis industri penyedia kebutuhan primer masyarakat (sandang, pangan, papan). Perlu segera memperhatikan pengadaan sumber bahan baku yang sampai saat ini masih diimpor, seperti kapas untuk industri tekstil, dan juga sebagian produk pertanian (mengenai pertanian terdapat poin tersendiri). Larangan ekspor dikenakan terhadap jenis bahan baku yang menjadi basis bagi produksi kebutuhan primer masyarakat, sejauh tidak terdapat surplus yang bisa dipasarkan ke luar negeri.

4. Kebijakan strategi industri dengan sektor swasta harus menghasilkan pembangunan industri pengolahan bahan baku menjadi bahan baku setengah jadi. Termasuk di dalamnya, membangun industri induk mesin, industri kimia, industri baja olahan, alumunium, dan lain sebagainya. Transfer teknologi dilakukan melalui kerja sama investasi dengan negeri yang memiliki teknologi lebih maju, atau ‘mengadopsi’ teknologi yang dipelajari dari luar negeri (Jerman, Jepang, Rusia, Cina, dll).

5. Negara menjamin tersedianya pasar bagi industri yang masih membutuhkan proteksi dengan pengenaan pajak atau cukai yang tinggi terhadap komoditi sejenis, yang diimpor dari luar negeri. Untuk jenis komoditi tertentu, perlu disediakan jalur distribusi yang dapat diakses oleh masyarakat luas dengan harga yang disubsidi.

6. Tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam konteks ini, pendidikan dan kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh negara. Jaminan penyediaan gizi bagi masyarakat, tidak dipandang sebagai program belas kasihan untuk sebagian rakyat miskin (seperti program BLT atau raskin yang dilakukan pemerintah saat ini). Kebutuhan yang sangat mendasar tersebut harus diberlakukan secara umum sehingga, dapat diakses oleh seluruh warga negara. Pengecualian hanya berlaku bagi warga negara yang memiliki kemampuan lebih sehingga, memilih akses terhadap pendidikan dan kesehatan di luar fasilitas yang disediakan oleh negara.

7. Memajukan tenaga produktif pertanian dengan cara: a) mengalokasikan kredit yang memadai dengan jaminan oleh pemerintah dan bunga rendah kepada petani melalui bank pertanian; b) mobilisasi potensi seluruh lembaga riset pertanian untuk mengembangkan teknologi pertanian yang sesuai dengan karakter geografis dan sosial-budaya Indonesia. Pengembangan tersebut meliputi masalah pembibitan, mekanisasi proses tanam dan panen, pengairan, listrik, serta infrastruktur lainnya; c) mendorong terbangunnya contoh pertanian kolektif dengan pengolahan lahan bersama serta penerapan teknologi yang lebih maju. Penggarapan ini dilakukan secara demokratis dengan melibatkan petani dalam mengambil keputusan, baik saat proses produksi maupun pemasaran; d) mengembangkan industri pengolahan hasil pertanian dalam setiap batasan teritori tertentu sesuai dengan komoditi pertanian yang diproduksi. Perlu dijelaskan, program teknologisasi pertanian ini tidak akan menciptakan pengangguran baru, sebaliknya akan membuka lapangan kerja. Karena dari setiap pengembangan tenaga produktif akan membutuhkan tenaga-tenaga kerja baru.

8. Ijin operasi industri hulu harus disertai syarat pembangunan industri pengolahan sehingga bahan mentah ekstraktif tidak langsung dijual ke luar negeri. Dengan pengolahan tersebut, selain akan meningkatkan nilai tambah, juga akan meningkatkan produktivitas masyarakat lewat industri-industri pengolahan yang terbangun. Misalnya; hasil tambang bauksit yang diolah menjadi alumunium, bijih besi menjadi baja, baja menjadi mesin, dsb-dst.

9. Memberikan perhatian terhadap industri kecil dan menengah dengan sarana dan kemudahan akses terhadap kredit mikro, bahan baku produksi yang murah, serta jaminan ketersediaan pasar.

Demi terciptanya kesejahteraan rakyat langkah tersebut harus segera di realisasikan.

Tidak ada komentar: